JAKARTA, CheckBind.com – PHK dan Pengangguran Diprediksi Melonjak di 2025. Bhima Yudhistira, ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), memproyeksikan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia akan terus membesar sepanjang 2025. Ia menegaskan, perlambatan pertumbuhan ekonomi berpotensi memicu lonjakan PHK, terutama pada kuartal II dan III tahun ini.
“Gelombang PHK diperkirakan akan semakin kencang di kuartal kedua dan ketiga. Momentum Ramadhan dan Lebaran yang biasanya mendongkrak ekonomi sudah tidak ada lagi, sehingga banyak perusahaan terpaksa merumahkan karyawan,” jelas Bhima dalam tayangan Investasi Kompas TV, Rabu (14/5/2025).
Ia memperkirakan, total pekerja yang terkena PHK bisa mencapai ratusan ribu orang. “Secara resmi, sekitar 80.000 lebih pekerja akan kehilangan pekerjaan. Namun, jika memasukkan pekerja kontrak, outsourcing, dan sektor informal, angkanya bisa melonjak tiga kali lipat,” ujarnya. Artinya, hampir 240.000 orang berisiko menganggur pada 2025.
Pengangguran Muda dan Persaingan Ketat di Pasar Kerja
Di sisi lain, angka pengangguran awal 2025 sudah mencatatkan kenaikan signifikan. Bhima menyoroti tingginya persaingan antara pencari kerja muda dengan korban PHK yang lebih berpengalaman. “Lapangan kerja semakin sempit. Banyak korban PHK kesulitan mendapatkan pekerjaan karena diskriminasi usia,” paparnya.
“Mereka mungkin punya pengalaman 10 tahun lebih, tetapi sektor industri formal tidak lagi menyerap tenaga kerja sebanyak dulu. Akibatnya, mereka terpaksa beralih ke sektor informal yang sudah terlalu padat,” lanjut Bhima.
Faktanya, persaingan di sektor informal sudah memuncak sejak pandemi Covid-19 pada 2020. “Saat pandemi, pekerja informal melonjak drastis menjadi 60,4%. Tren ini bertahan hingga 2024 dan diperkirakan terus berlanjut,” ungkapnya.
Ancaman Bencana Demografi di 2030
Bhima mengingatkan, jika masalah PHK dan pengangguran tidak segera diatasi, Indonesia berisiko gagal memanfaatkan bonus demografi. Alih-alih mendapat keuntungan dari jumlah penduduk usia produktif yang besar, negara justru bisa menghadapi bencana demografi.
“Jika lapangan kerja berkualitas tidak tersedia dan upah stagnan, generasi muda akan terbebani menanggung hidup orang tua mereka. Fenomena sandwich generation akan semakin meluas,” tegasnya.
Data Terkini PHK dan Pengangguran
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan, dalam kurun Januari-April 2025, 24.036 pekerja telah kehilangan pekerjaan. “Angka ini baru tercatat hingga 23 April 2025. Sektor manufaktur masih menjadi penyumbang PHK terbesar,” jelas Yassierli dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Senin (5/5/2025).
Ia membandingkan, pada 2020 saat pandemi, PHK mencapai 386.000 orang. “Tahun 2024 lebih tinggi dari 2023, dan di 2025 ini baru empat bulan sudah sepertiga dari total PHK tahun lalu,” tambahnya.
Selain PHK, Indonesia juga menghadapi masalah pengangguran usia muda. Kelompok 19-24 tahun mendominasi tingkat pengangguran tertinggi, dengan lulusan SMK sebagai yang paling terdampak. “Ada ketidaksesuaian besar antara jurusan pendidikan dan kebutuhan industri,” ujar Yassierli.
Laporan BPS: Pengangguran Naik 1,11%
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah pengangguran per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang, naik 83.450 orang dari tahun sebelumnya. “Ini setara dengan 4,76% dari total angkatan kerja yang berjumlah 153,05 juta orang,” jelas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
Peningkatan angkatan kerja sebanyak 3,67 juta orang dalam setahun turut memperparah situasi. “Selain lulusan baru, banyak ibu rumah tangga yang kembali mencari pekerjaan,” tambahnya.
Tantangan ke Depan: Mencegah Krisis Tenaga Kerja
Bhima menekankan, pemerintah harus segera mengambil langkah strategis. “Jika tidak, bonus demografi akan berubah menjadi beban. Generasi muda akan terjebak dalam pekerjaan berupah rendah, sementara beban ekonomi keluarga semakin berat,” pungkasnya.
Dengan tren saat ini, Indonesia perlu mempercepat penciptaan lapangan kerja berkualitas dan meningkatkan keselarasan antara pendidikan dan industri. Jika tidak, risiko bencana demografi benar-benar mengancam masa depan bangsa.