JAKARTA, Checkbind.com – Aktivis 98 Tolak Soeharto Jadi Pahlawan: “Kembalikan Semangat Reformasi!”. Para aktivis reformasi 1998 kembali bersuara lantang menentang wacana penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden RI ke-2, Soeharto. Mereka berkumpul di Jakarta Pusat, Sabtu (24/5/2025), untuk menggelar acara peringatan sekaligus penolakan tegas terhadap gagasan yang dinilai mengkhianati semangat reformasi.
“Kami gelar acara ini untuk ingatkan semua: cita-cita reformasi 98 tak boleh dilupakan!” tegas Simson, Ketua Panitia. “Apalagi sekarang ramai wacana menjadikan Soeharto pahlawan. Kami sangat menolak! Tidak ada kompromi!” tambahnya.

Simson juga menyoroti kondisi demokrasi dan penegakan hukum yang dinilai masih jauh dari harapan. Menurutnya, memberi gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja mengabaikan perjuangan para aktivis yang berdarah-darah melawan rezim Orde Baru.
“Ini Bukan Sekadar Peringatan, Tapi Perlawanan!”

Mustar, salah satu aktivis 1998, menegaskan bahwa wacana ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap sejarah. “Kami bukan cuma berkumpul untuk bernostalgia, tapi untuk menolak keras ide ngaco ini. Soeharto dapat gelar pahlawan? Jelas kami tolak!” ujarnya dengan semangat.
“Dia menegaskan, demokrasi yang kita rasakan sekarang bukan datang begitu saja. Kami berjuang mati-matian, mengorbankan nyawa dan darah untuk meraih reformasi ini!” serunya dengan mata berapi-api. “Kami tidak takut ditembak, tidak gentar diculik, semua kami lakukan demi perubahan!”. Jangan sekarang malah menghormati orang yang jadi biang keladi penderitaan rakyat!”
Baca Juga: Penganiaya Aipda Hendra
Di atas panggung, aktivis memasang simbol tengkorak dan tulang belulang sebagai pengingat kekejaman Orde Baru. Jimmy Fajar, salah satu pegiat 98, menjelaskan, “Ini bukan sekadar hiasan. Ini bukti nyata petrus (penembakan misterius), penculikan aktivis, kasus Marsinah, Wiji Thukul, Kedung Ombo, dan banyak lagi. Rakyat hilang, keluarga mereka sampai sekarang masih menangis menunggu keadilan.”
Hengki dari ISIP menambahkan, “Dari 1965 sampai kerusuhan Mei 1998, Soeharto punya rekam jejak hitam. Jangan mimpi!”
Pro-Kontra yang Tak Kunjung Usai
Sebelumnya, usulan menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional memang memicu perdebatan sengit.
Masinton Pasaribu, Bupati Tapanuli Tengah yang juga aktivis 98, menegaskan penolakannya. “Sejarah masih berjalan, jangan buru-buru kasih gelar. Masih banyak tokoh lain yang lebih layak,” ujarnya.
“Kami sepakat: beri gelar pahlawan hanya untuk yang benar-benar membela rakyat, bukan yang menyakiti korban masa lalu!” tegas para aktivis serempak. “Kami terus melawan sampai wacana ini tumbang!
Dengan semangat yang masih membara, para aktivis reformasi 98 terus bersuara lantang menolak segala bentuk glorifikasi terhadap rezim Orde Baru. Mereka tidak hanya berdiri untuk mengingatkan, tetapi juga menuntut keadilan bagi para korban yang hingga kini masih menunggu pengakuan negara.
Selain itu, para pegiat ini juga mengingatkan bahwa bangsa Indonesia harus belajar dari sejarah kelam. Mereka menegaskan, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sama saja dengan menginjak-injak pengorbanan para pejuang demokrasi.
Tak hanya itu, para aktivis juga mendesak pemerintah untuk lebih serius menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. “Jangan hanya bicara rekonsiliasi tanpa tindakan nyata!” protes mereka. Mereka menuntut pengadilan yang adil, rehabilitasi bagi korban, dan jaminan bahwa kekejaman serupa tidak akan terulang.
Pada akhirnya, perjuangan ini bukan sekadar tentang gelar pahlawan, melainkan tentang memastikan Indonesia tetap setia pada jalan reformasi. “Kami akan terus bergerak, menyuarakan kebenaran, dan melawan segala upaya memutarbalikkan sejarah!” tandas mereka. Reformasi bukan warisan, tapi tugas yang harus kita selesaikan!