CheckBind.com — Kebijakan Tarif Impor Trump. Pasar tenaga kerja di Eropa dan Amerika Serikat (AS) mulai menghadapi masa suram. Kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump menyebabkan perusahaan perekrutan global mengalami penurunan kinerja tahun ini. Sebagian besar pendapatan di sektor ini tidak mencapai target, mencerminkan kondisi pasar tenaga kerja yang semakin sulit di kedua wilayah. Selain itu, tekanan terlihat dari berkurangnya lowongan pekerjaan di AS, Inggris, dan Jerman.
Hampir semua perusahaan perekrutan sepakat bahwa kebijakan perdagangan AS membebani aktivitas mereka. “Kami sudah beroperasi pada tingkat perekrutan yang relatif rendah,” ungkap Sander van’t Noordende, CEO Randstad NV, seperti dikutip Bloomberg. Kebijakan Trump yang berubah-ubah justru memperburuk tantangan yang ada, di tengah tekanan biaya dan ketidakpastian prospek global yang memengaruhi anggaran rekrutmen.
Situasi ini juga terlihat pada PageGroup Plc, yang mengandalkan kontribusi dari rekrutmen sementara untuk menopang laba kotor. Meskipun demikian, rekrutmen sementara di AS mulai stabil pada akhir tahun lalu setelah gelombang pemulihan pasca-Covid. Namun, menurut Stuart Gordon, Analis Senior Bloomberg Intelligence, pemulihan tersebut terganggu setelah perang dagang Trump dimulai.
Penurunan tingkat pengunduran diri untuk posisi permanen menambah kompleksitas situasi. Di satu sisi, perusahaan enggan memecat karyawan setelah mengalami kerugian besar selama pandemi. Di sisi lain, karyawan khawatir tidak mendapatkan pekerjaan baru jika resign. “Saat ini kami seperti berada dalam kekosongan,” kata Gordon.
Denis Machuel, CEO Adecco Group AG, menegaskan bahwa pasar rekrutmen permanen di AS dan Eropa benar-benar melambat. Banyak klien memilih menunda keputusan dan bersikap wait and see. Bahkan, prospek firma rekrutmen di Inggris juga tertekan. Robert Walters Plc dan Hays memprediksi kondisi sulit ini bisa berlanjut hingga 2026. Sementara itu, pelaku bisnis di Inggris justru mengurangi tenaga kerja dengan kecepatan melebihi masa pandemi, seiring kenaikan biaya tenaga kerja pada April.
“Jika ada satu sektor yang paling terpukul, itu adalah otomotif,” jelas Van’t Noordende dari Randstad. Di saat yang sama, bisnis Inggris memangkas pekerja dengan laju tercepat sejak awal pandemi pada Maret, menjelang kenaikan biaya ketenagakerjaan.
Di AS, Robert Half Inc dan ManpowerGroup Inc melaporkan hasil keuangan yang mengecewakan investor. Keduanya menyebut kehati-hatian klien sebagai faktor utama. Bahkan, Manpower terpaksa memotong dividen hingga separuh.
Peluang di Tengah Tantangan
Meski begitu, Machuel dari Adecco melihat adanya peluang. Perusahaan yang enggan merekrut karyawan permanen karena ketidakpastian beralih ke tenaga kerja fleksibel. “Sejak April, kami melihat momentum positif dalam rekrutmen kontrak,” ujarnya.
Selain itu, harapan muncul dari rencana ekspansi produksi domestik di AS. Sean Puddle, Managing Director Robert Walters Amerika Utara, menyebut perusahaan seperti Kimberly-Clark Corp. dan Apple Inc. berencana menggelontorkan miliaran dolar untuk ekspansi manufaktur, yang berpotensi menciptakan lapangan kerja di sektor konstruksi dan manufaktur. “Pertanyaannya, berapa lama dampaknya terasa, dan seberapa dalam penurunan di pasar tenaga kerja saat ini,” kata Puddle.
Di China, kondisi pasar tenaga kerja juga suram dengan berkurangnya lowongan, PHK, dan pemotongan gaji sebelum tarif Trump berlaku. Pemerintah China berjanji memperkuat dukungan ketenagakerjaan seiring meningkatnya risiko perdagangan.
Platform rekrutmen Tongdao Liepin Group menyatakan pasar tenaga kerja menengah-ke-atas masih berjuang mencapai titik terendah sebelum pulih. Mereka memperkirakan lowongan pekerjaan akan stabil mendekati akhir 2025. Namun, permintaan rekrutmen di sektor tradisional seperti barang konsumsi belum menunjukkan pemulihan, tulis analis Jefferies termasuk Thomas Chong dalam laporan Maret.
Yu Zhang, CFO Kanzhun Ltd, memperkirakan pengeluaran rekrutmen akan mencapai titik terendah pada kuartal terakhir tahun ini. “Kami berharap pemulihan terjadi setelah Tahun Baru Imlek,” ujarnya.