checkbind.com – Detik-Detik Ormas GRIB Jaya Pimpinan Hercules Dikunci di Bali Usai Ditolak Masyarakat. Kekuatan adat, pemangku adat, dan pecalang berhasil memaksa GRIB Jaya angkat kaki dari Pulau Dewata. Aksi tegas ini dilakukan untuk melindungi adat dan budaya Bali yang telah terjaga dengan damai.
Penolakan Masyarakat dan Pemerintah
Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya dan NTT Bali Bersatu sempat ramai diperbincangkan di media sosial. Namun, ormas pimpinan Hercules ini langsung menuai kritik dan penolakan dari warga Bali, termasuk pemerintah provinsi. Kini, GRIB Jaya yang bermarkas di Desa Adat Sanggulan, Tabanan, memutuskan untuk lockdown dan menghentikan semua aktivitasnya.
Pengecekan oleh Desa Adat
Setelah mengetahui markas GRIB Jaya berada di wilayah mereka, pihak Desa Adat Sanggulan segera bergerak. Mereka meminta ormas tersebut tidak lagi beraktivitas di Tabanan. Made Budiana, Perbekel Desa Banjar Anyar, mengaku mendampingi desa adat saat melakukan pengecekan. “Kami bersinergi dengan desa adat untuk memastikan keamanan,” ujarnya.
Awalnya, video markas GRIB Jaya di Sanggulan viral di media sosial.. “Rumah itu tidak berpenghuni, hanya ada penjaga,” jelas Budiana.
Paksaan Lockdown oleh Desa Adat
Dengan tegas, desa adat langsung mengambil tindakan nyata dengan memanggil Ketua DPC Tabanan GRIB Jaya. Tak hanya sekadar permintaan, mereka secara resmi memerintahkan penghentian seluruh kegiatan ormas tersebut di wilayah Tabanan. Bahkan, untuk memastikan kepatuhan ini, pihak desa tidak main-main – mereka segera menggelar pembuatan video pernyataan resmi. Dalam video tersebut, tampak jelas para pecalang Desa Adat Sanggulan dan pecalang Kabupaten Tabanan berdiri gagah mendampingi, mempertegas keseriusan permintaan ini. Dengan demikian, semua pihak bisa menyaksikan langsung komitmen kuat masyarakat Bali dalam menjaga ketertiban wilayah mereka. Lebih dari itu, langkah ini sekaligus menjadi peringatan keras bagi organisasi lain yang bermaksud mengganggu ketenteraman Bali.
Gubernur Bali Tegas Menolak Ormas Preman
Gubernur Bali, Wayan Koster, tak tinggal diam. Dalam sebuah acara peresmian di Badung, ia menegaskan bahwa Bali tidak membutuhkan ormas bermasalah yang mengganggu ketertiban. “Bentuknya ormas, tapi kelakuannya preman. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Koster.
Ia menekankan pentingnya mengembalikan penyelesaian masalah ke desa adat. “Badung adalah jantung pariwisata. Kami tidak akan biarkan perilaku preman merusak citra Bali,” tambahnya. “Jika lembaga adat kuat, kami tidak butuh ormas tambahan,” ujarnya.
Dukungan Penegakan Hukum Adat
Kajati Bali, Ketut Sumedana, mendukung pendekatan budaya dalam menyelesaikan konflik. “Bale Paruman Adhyaksa bukti nyata revitalisasi hukum adat,” katanya.
Pesan Keras untuk Ormas Nakal
Pernyataan Gubernur Koster dan penandatanganan prasasti Bale Paruman Adhyaksa menjadi sinyal jelas: Bali bukan tempat bagi ormas preman. Dengan memperkuat kearifan lokal, Bali menjaga ketertiban sekaligus martabat budayanya.
Akhirnya, masyarakat Bali berhasil mempertahankan ketertiban dengan tegas menolak kehadiran GRIB Jaya. Tak hanya itu, pemerintah daerah dan tokoh adat pun bersatu, menunjukkan kekompakan yang luar biasa. Selanjutnya, tekanan dari berbagai pihak memaksa ormas ini menghentikan aktivitasnya tanpa syarat. Di samping itu, Gubernur Wayan Koster semakin memperkuat komitmennya dengan menegaskan bahwa Bali tidak akan memberi ruang bagi organisasi bermasalah. Alhasil, upaya bersama ini tidak hanya mengamankan ketertiban, tetapi juga menjaga martabat budaya Bali. Dengan demikian, insiden ini menjadi pelajaran berharga bahwa kearifan lokal dan hukum adat tetap menjadi benteng terkuat. Oleh karena itu, ke depan, Bali akan terus waspada terhadap ancaman yang merusak harmoni masyarakat. Pada akhirnya, langkah tegas ini membuktikan bahwa Bali tetap kokoh dalam mempertahankan nilai-nilai luhurnya. (*)