Tak Diinapkan Menurut Kloter. Saat tiba di Makkah, jemaah haji Indonesia tidak lagi menginap berdasarkan kelompok terbang (kloter).
Tak Diinapkan Menurut Kloter. Saat tiba di Makkah, jemaah haji Indonesia tidak lagi menginap berdasarkan kelompok terbang (kloter).

Jemaah Haji di Makkah Tak Diinapkan Menurut Kloter, Ini Penjelasan Menarik dari Kemenag

Diposting pada

CheckBind.com — Tak Diinapkan Menurut Kloter. Saat tiba di Makkah, jemaah haji Indonesia tidak lagi menginap berdasarkan kelompok terbang (kloter). Muchlis Hanafi, Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kemenag, menjelaskan bahwa seharusnya satu kloter menginap di tempat yang sama. Namun, sistem Pemerintah Arab Saudi pada musim haji 2025 justru menerapkan kebijakan berbeda dari tahun sebelumnya.

Pemerintah Arab Saudi kini mengatur penempatan jemaah haji di Makkah berdasarkan syarikah atau perusahaan penyedia layanan haji setempat. Ada delapan syarikah yang terlibat tahun ini, yaitu Al-Bait Guests, Rakeen Mashariq, Sana Mashariq, Rehkat & Manafea, Alrifadah, Rawaf Mina, MCDC, dan Rifad. Akibatnya, dalam satu kloter, jemaah bisa terpisah karena perbedaan syarikah.

Muchlis menegaskan, sebenarnya idealnya satu kloter dilayani oleh satu syarikah. Sayangnya, kenyataannya tidak selalu demikian. Contohnya, keterlambatan penerbitan visa haji bisa menyebabkan satu keluarga terpisah saat menginap di Makkah. Meski begitu, Kemenag berupaya memastikan jemaah dalam satu kloter tetap menginap di hotel yang sama.

Lebih lanjut, Muchlis telah berkoordinasi dengan delapan syarikah agar jemaah lansia, disabilitas beserta pendamping, serta pasangan suami-istri tidak terpisah. Pasalnya, layanan di Makkah sepenuhnya berbasis syarikah, sehingga penempatan hotel pun mengikuti ketentuan perusahaan penyedia.

Namun, Muchlis menegaskan bahwa kebijakan ini sama sekali tidak mengurangi hak-hak jemaah haji Indonesia. Dia menjamin bahwa seluruh layanan—termasuk akomodasi, konsumsi, dan transportasi—tetap memenuhi standar yang berlaku. Bahkan, sistem berbasis syarikah ini justru meningkatkan efisiensi pelayanan, khususnya pada puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Menurutnya, penataan berbasis syarikah justru mempercepat distribusi layanan saat fase Armuzna. “Kementerian Haji Arab Saudi sangat ketat dalam hal ini. Mereka ingin semua lebih terorganisir, terutama di fase paling krusial,” jelas Muchlis. Dengan demikian, meski ada perubahan sistem, Kemenag tetap berkomitmen memastikan kenyamanan jemaah haji Indonesia.

Di sisi lain, jemaah diminta memahami dinamika ini. Meskipun ada kemungkinan terpisah dari rekan kloter, seluruh fasilitas tetap terjamin. Kemenag pun terus berkoordinasi dengan syarikah untuk meminimalisir kendala. Harapannya, ibadah haji tahun 2025 berjalan lancar meski dengan sistem penempatan baru ini.

Sebagai penutup, Muchlis mengingatkan bahwa kebijakan Arab Saudi ini bertujuan meningkatkan efisiensi. “Yang terpenting, jemaah tetap mendapat layanan terbaik sesuai standar,” pungkasnya. Dengan persiapan matang, diharapkan seluruh jemaah dapat menjalankan ibadah dengan khusyuk dan nyaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *